Arya Penangsang atau Arya Jipang atau Ji
Pang Kang adalah Raja Adipati Jipang yang memerintah pada
pertengahan abad ke-15. Kisah yang paling terkenal adalah perebutan kekuasaan
terhadap tahta Demak hingga cerita tentang tewasnya Arya Penangsang dalam medan
pertempuran.
Menurut Serat Kanda, Ayah dari Arya
Penangsang adalah Surowiyoto atau Raden Kikin atau sering
disebut juga sebagai Pangeran Sekar, ia adalah putra Raden Patah raja
Demak pertama. Ibu Raden Kikin adalah putri Raja Jipang. Sehingga Arya
Penangsang bisa mewarisi kedudukan kakeknya sebagai Penguasa Jipang.
Dalam Kerajaan Demak sendiri, system suksesi
kepemimpinan adalah melalui keturunan seperti system kerajaan monarki lainnya.
Sehingga secara hukum ada 3 pihak yang berkemungkinan sebagai penerus tahkta
kerajaan Demak. Dalam urutan dari tertua yakni Raden Surya(Putra pertama, yang
akan lebih dikenal sebagai Adipati Unus atau Pangeran Sabrang Lor) dan yang
kedua adalah Raden Kikin dan anak yang lebih muda dari Raden Kikin yakni Raden
Trenggono (yang menjadi Raja Demak ketiga-Sultan Trenggono).
Pada masa pemerintahan Raden Patah pada tahun
1512 memerintahkan agar membebaskan Malaka dari Portugis. Adipati Unus memimpin
pasukan penyerangan itu yang lebih dikenal sebagai Ekspedisi Jilid 1. Sepeninggal
Raden Patah, tampuk kekuasaan dilanjutkan kepada Raden Surya yang lebih dikenal
sebagai Adipati Unus dengan wasiat sendiri dari Raden Patah. Dalam sebuah
riwayat ada yang mengatakan bahwa Pati Unus adalah menantu dari Raden Patah.
Setelah Adipati Unus atau dikenal juga Pangeran Sabrang Lor berkuasa beliau
melanjutkan ekspedisi untuk mengusir Portugis dari Malaka yang pernah mengalami
kegagalan dan mempersiapkan penyerangan yang lebih matang. Adipati Unus ingin
membebaskan Malaka dari Portugis sehingga memimpin sendiri pasukan itu. Dalam
Ekspedisi kedua ini Adipati Unus tewas dalam medan pertempuran pada tahun 1521.
Nantinya di kemudian hari Portugis dan bangsa Eropa lainnya menjadi penjajah
atas bangsa-bangsa di Nusantara selama berabad abad.
Terjadi kekosongan kekuasaan dalam Kerajaan
Demak, sehingga terjadilah perebutan kekuasaan antara Raden Kikin dan Raden
Trenggono. Karena tidak ada keturunan dari Adipati Unus(dalam cerita lain
disebutkan bahwa anaknya yakni Raden Abdullah masih sangat kecil dan berada di
Banten, karena alasan keamanan tetap tinggal di Banten tidak ke Demak). Dalam
kisah selanjutnya dimana terjadi perebutan kekuasaan atas kedua pihak, Raden
Kikin yang mempiliki 2 orang putra yakni Arya Penangsang dan Arya Mataram,
sedangkan Raden Trenggana memiliki putra yang bernama Raden Mukmin yang disebut
juga Sunan Prawata. Ayah Arya Penangsang tewas dibunuh di tepi Sungai sepulang
shalat Jumat. Para pengawalnya sempat membunuh Ki Sunyata. Sejak saat itu
dikenal lah dengan sebutan Pangeran Sekar Seda ing Lapen (Bunga yang gugur di
sungai). Dan dengan bukti ini lah dapat disimpulkan bahwa pembunuhan atas Raden
Kikin adalah tanggung jawab Sunan Prawata. Dengan ini maka Sultan Trenggono
naik tahta dan memimpin Kerajaan Demak. Tahun 1521 Sultan Trenggana naik takhta
dan pemerintahannya berakhir pada 1546 saat ia gugur dalam upaya penakhlukan
Panarukan dan Situbondo (Sekarang masuk wilayah Jawa Timur).
Sementara itu sepeninggal Raden kikin Arya
Penangsang menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Adipati Jipang. Saat itu
usianya masih anak-anak, sehingga pemerintahannya diwakili Patih Matahun. Ia
dibantu oleh salah satu senapati Kadipaten Jipang yang terkenal bernama
Tohpati. Wilayah Jipang sendiri saat ini terletak di Kecamatan Cepu,
Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Arya Penangsang yang ayahnya dibunuh menjadi
dendam dengan Sultan Trenggono. Dendam itu terus terpelihara hingga pengikut Arya Penangsang melakukan pembunuhan terhadap Sunan
Prawoto pada tahun 1549 sebagai balas dendam karena
Sunan Prawoto telah membunuh P. Surowiyoto (Sekar), Bapak dari P. Arya
Penangsang demi menaikkan Trenggana (Bapak Sunan Prawoto) menjadi Raja Demak ke
3. Setelah membunuh Sunan Prawoto Arya
Penangsang lalu menjadi raja Demak ke 5 atau Penguasa terakhir Kerajaan
Demak dan memindahkan pusat Pemerintahan nya
ke Jipang, sehingga pada masa itu dikenal dengan sebutan Demak Jipang. Namun
pada tahun 1554 Arya penangsang tewas
dibunuh Pasukan pemberontak kiriman Hadiwijaya, penguasa Pajang.
Riwayat mengenai Arya Penangsang tercantum dalam beberapa serat dan babad yang
ditulis ulang pada periode bahasa Jawa Baru (abad ke-19), seperti Babad
Tanah Jawi dan Serat Kanda. Arya Penangsang juga terkenal sakti mandraguna serta
memiliki kepribadian yang tegas dan kukuh, baginya tidak ada kata kompromi
dalam membela dan mempertahankan kebenaran. Sifat yang demikian ternyata telah
membuat gerah banyak pihak, alhasil entah siapa yang mengomandoi para generasi
penulis sejarah ini sehingga secara keroyokan telah menghakimi sejarah P. Arya
Penangsang. Disebutkan dalam tulisan sejarahnya bahwa Arya Penangsang adalah
orang yang punya kepribadian kurang baik, pemberontak dan pembunuh,
tempramental serta kurang sabar dalam melakukan sesuatu.
Ratu
Kalinyamat, adik Sunan
Prawoto, menemukan bukti
kalau Sunan Kudus terlibat pembunuhan kakaknya. Ia datang ke Kudus meminta pertanggungjawaban. Namun
jawaban Sunan Kudus bahwa Sunan
Prawoto mati
karena karma,pernyataan sunan ini membuat Ratu
Kalinyamat kecewa. Ratu
Kalinyamat bersama
suaminya pulang ke Jepara. Di
tengah jalan mereka diserbu anak buah Arya Penangsang. Ratu
Kalinyamat berhasil lolos,
sedangkan suaminya, yang bernama Pangeran Hadari, terbunuh. Arya Penangsang
kemudian mengirim empat orang utusan untuk membunuh Hadiwijaya , menantu Raden Trenggana yang menjadi
Adipati Pajang,
namun ke empat utusan itu dapat dikalahkan Hadiwijaya dan dipulangkan secara hormat bahkan di
beri hadiah pakaian Prajurit oleh Hadiwijaya.
Kemudian Hadiwijaya ganti mendatangi Arya
Penangsang untuk mengembalikan keris Kyai Setan Kober. Keduanya lalu terlibat
pertengkaran dan didamaikan Sunan
Kudus. pada kesempatan itu
sunan kudus memberikan tuah rajah yang sedianya disiapkan untuk tempat duduk
Hadiwijaya, akan tetapi atas nasihat dari salah satu punggawanya adipati Pajang
Hadiwijaya tidak menempati nya yang lalu diduduki oleh Arya Penangsang, padahal
sebelumnya telah di wanti-wanti oleh sunan kudus agar tidak menempati tempat
yang telah di beri Tuah rajah Kalacakra itu.
Setelah Hadiwijaya pulang Sunan Kudus menyuruh
Arya Penangsang melakukan puasa 40 hari untuk menghilangkan Tuah Rajah
Kalacakra. Dalam perjalanan pulang ke Pajang, rombongan Adipati
Pajang Hadiwijaya singgah
ke Gunung Danaraja tempat Ratu
Kalinyamat bertapa. Ratu
Kalinyamat mendesak Hadiwijaya agar segera membunuh Arya Penangsang,
dirinya yang mengaku sebagai pewaris takhta Sunan
Prawoto, berjanji akan
menyerahkan Demak dan Jepara jika Hadiwijaya menang.
Hadiwijaya segan memerangi Arya Penangsang secara
langsung karena merasa dirinya hanya sebagai mantu keluarga Demak. Maka diumumkanlah sayembara, barangsiapa
dapat membunuh Arya Penangsang tersebut, akan memperoleh hadiah berupa
tanah Pati dan Mataram. Kedua kakak angkat Hadiwijaya, yaitu Ki Ageng Pemanahan dan Ki Panjawi mendaftar sayembara itu.demikian juga putra kandung
ki ageng pemanahan yang bernama Sutawijaya ikut pula mendaftar dalam sayembara.
Oleh karenanya Hadiwijaya mengerahkan
pasukan Pajang dan
memberikan Tombak Kyai Plered, untuk membantu Ki Ageng Pemanahan dan putra kandung nya, yaitu Sutawijaya untuk mengalahkan Sultan Demak 5 Arya penangsang .
Ketika pasukan Pajang datang
menyerang Kotaraja Jipang, saat itu P. Arya Penangsang sedang akan berbuka
setelah keberhasilannya berpuasa 40 hari. Surat tantangan atas nama Hadiwijaya membuatnya tidak mampu menahan emosi. Apalagi surat tantangan itu
dibawa oleh pekatik-nya (pemelihara kuda) yang sebelumnya sudah dipotong
telinganya oleh Pemanahan dan Penjawi. Meskipun sudah disabarkan adik Arya
Penangsang ( Arya Mataram), Penangsang
tetap berangkat ke medan perang menaiki kuda jantan yang bernama Gagak Rimang.
Kuda Gagak Rimang dengan penuh nafsu mengejar Sutawijaya yang mengendarai
kuda betina, melompati bengawan. Perang antara Pasukan Pajang dan Jipang terjadi di dekat Bengawan Sore. dalam perang itu perut
Arya Penangsang robek terkena tombak Kyai Plered milik Sutawijaya. Meskipun demikian kesaktian yang dimiliki oleh Arya Penangsang
membuatnya tetap bertahan. Ususnya yang terburai dililitkannya pada gagang
keris yang terselip di pinggang.
Arya Penangsang berhasil meringkus Sutawijaya. Saat mencabut keris Setan Kober untuk membunuh Sutawijaya, usus Arya Penangsang malah terpotong sehingga menyebabkan kematiannya. Dalam
pertempuran itu Ki Matahun, patih Jipang tewas pula, sedangkan Arya Mataram berhasil meloloskan diri.
Dampak budaya
Ada yang berpendapat bahwa untaian bunga melati dalam keris pengantin
pria jawa diibaratkan sebagai laki-laki harus sabar dan tidak gegabah dalam
mengambil keputusan. Akan tetapi bagi masyarakat di Kabupaten Blora maupun
Kabupaten Bojonegoro berpendapat lain. Untaian bunga melati pada keris
pengantin pria Jawa diibaratkan sebagai lambang kegagahan Arya Penangsang.
Meskipun telah terburai isi perutnya, namun Arya Penangsang tetap masih mampu
tegap berdiri hingga titik darah penghabisan. Dari perlambang itu, diharapkan
sang pengantin laki-laki kelak bisa menjaga kemakmuran, kebahagiaan, keutuhan
dan kehormatan rumah tangga meski dalam keadaan kritis seperti apa pun. Seperti
halnya Arya Penangsang yang tetap memegang prinsip hingga ajal tiba.
Referensi :
0 Comments:
Post a Comment