Kesenian
barong atau lebih dikenal dengan kesenian barongan merupakan kesenian khas Jawa
Tengah Kabupaten Blora dan berkembang luas di kabupaten Blora dan sekitarnya.
Seni barong merupakan salah satu kesenian rakyat yang popular dikalangan masyarakat
Blora, terutamaa masyarakat pedesaan. Seni barong tercemin dari sifat-sifat
kerakyatan masyarakat Blora, seperti sifat : spontanitas, kekeluagaan,
kesederhanaan, keras, dan kebenaran yang dilandasi kebenaran.
Barongan
dalam kesenian barongan adalah suatu pelengkapan yang dibuat menyerupai Singo
Barong atau Singa besar sebagai penguasa hutan angker dan sangat buas. Adapun
tokoh Singo barong dalam cerita barongan disebut juga GEMBONG AMIJOYO yang
berarti harimau besar yang berkuasa. Kesenian Barongan berbentuk tarian
kelompok, yang menirukan keperkasaan gerak seekor Singa Raksasa. Peranan Singo
Barong secara totalitas didalam penyajian merupakan tokoh yang sangat dominan,
disamping ada beberapa tokoh yang tidak dapat dipisahkan yaitu : Bujangganong /
Pujonggo Anom Joko Lodro / Gendruwo Pasukan berkuda / reog Noyontoko Untub.
Selain tokoh tersebut diatas
pementasan kesenian barongan juga dilengkapi beberapa perlengkapan yang
berfungsi sebagai instrumen musik antara lain : Kendang,Gedhuk, Bonang, Saron,
Demung dan Kempul. Seiring dengan perkembangan jaman ada beberapa penambahan
instrumen modern yaitu berupa Drum, Terompet, Kendang besar dan Keyboards.
Adakalanya dalam beberapa pementasan sering dipadukan dengan kesenian campur
sari.
Kesenian barongan bersumber
dari hikayat Panji, yaitu suatu cerita yang diawali dari iring-iringan prajurit
berkuda mengawal Raden Panji Asmarabangun / Pujonggo Anom dan Singo Barong.
Adapun secara singkat dapat
diceritakan sebagai berikut : Prabu Klana Sawandana dari Kabupaten Bantarangin
jatuh cinta kepada Dewi Sekartaji putri dari Raja Kediri, maka diperintahlah
Patih Bujangganong / Pujonggo Anom untuk meminangnya. Keberangkatannya disertai
144 prajurit berkuda yang dipimpin oleh empat orang perwira diantaranya : Kuda
Larean, Kuda Panagar, Kuda Panyisih dan Kuda sangsangan. Sampai di hutan
Wengkar rombongan Prajurit Bantarangin dihadang oleh Singo Barong sebagai
penjelmaan dari Adipati Gembong Amijoyo yang ditugasi menjaga keamanan di
perbatasan. Terjadilah perselisihan yang memuncak menjadi peperangan yang
sengit. Semua Prajurit dari Bantarangin dapat ditaklukkan oleh Singo Barong,
akan tetapi keempat perwiranya dapat lolos dan melapor kepada Sang Adipati
Klana Sawandana.
Pada saat itu juga ada dua
orang Puno Kawan Raden Panji Asmara Bangun dari Jenggala bernama Lurah
Noyontoko dan Untub juga mempunyai tujuan yang sama yaitu diutus R. Panji untuk
melamar Dewi Sekar Taji. Namun setelah sampai dihutan Wengker, Noyontoko dan
Untub mendapatkan rintangan dari Singo Barong yang melarang keduanya utuk
melanjutkan perjalanan, namun keduanya saling ngotot sehingga terjadilah
peperangan. Namun Noyontoko dan Untub merasa kewalahan sehingga mendatangkan
saudara sepeguruannya yaitu Joko Lodro dari Kedung Srengenge. Akhirnya Singo
Barong dapat ditaklukkan dan dibunuh. Akan tetapi Singo Barong memiliki
kesaktian. Meskipun sudah mati asal disumbari ia dapat hidup kembali. Peristiwa
ini kemudian dilaporkan ke R. Panji, kemudian berangkatlah R. Panji dengan rasa
marah ingin menghadapi Singo Barong. Pada saat yang hampir bersamaan Adipati
Klana Sawendono juga menerima laporan dari Bujangganong (Pujang Anom) yang
dikalahkan oleh Singo Barong. Dengan rasa amarah Adipati Klana Sawendada
mencabut pusaka andalannya, yaitu berupa Pecut Samandiman dan berangkat menuju
hutan Wengker untuk membunuh Singo Barong. Setelah sampai di Hutan Wengker dan
ketemu dengan Singo Barong, maka tak terhindarkan pertempuran yang sengit
antara Adipati Klana Sawendana melawan Singo Barong.
Dengan senjata andalannya
Adipati Klana Sawendana dapat menaklukkan Singo Barong dengan senjata
andalannya yang berupa Pecut Samandiman. Singo Barong kena Pecut Samandiman
menjadi lumpuh tak berdaya. Akan tetapi berkat kesaktian Adipati Klana
Sawendana kekuatan Singo Barong dapat dipulihkan kembali, dengan syarat Singo
Barong mau mengantarkan ke Kediri untuk melamar Dewi Sekartaji. Setelah sampai
di alun-alun Kediri pasukan tersebut bertemu dengan rombongan Raden Panji yang
juga bermaksud untuk meminang Dewi Sekartaji. Perselisihanpun tak terhindarkan,
akhirnya terjadilah perang tanding antara Raden Panji dengan Adipati Klana
Sawendano, yang akhirnya dimenangkan oleh Raden Panji.
Adipati Klana Sawendana
berhasil dibunuh sedangkan Singo Barong yang bermaksud membela Adipati Klana
Sawendana dikutuk oleh Raden Panji dan tidak dapat berubah wujud lagi menjadi
manusia ( Gembong Amijoyo ) lagi. Akhrnya Singo Barong Takhluk dan mengabdikan
diri kepada Raden Panji, termasuk prajurit berkuda dan Bujangganong dari
Kerajaan Bantarangin. Kemudian rombongan yang dipimpin Raden Panji melanjutkan
perjalanan guna melamar Dewi Sekartaji. Suasana arak-arakan yang dipimpin oleh
Singo Barong dan Bujangganong inilah yang menjadi latar belakang keberadaan
kesenian Barongan.
Menurut beberapa sumber, tokoh Singo Barong (singa raksasa)
yang merupakan tokoh utama dalam kesenian barongan, merupakan visualisasi dari
semangat para pejuang itu. Boleh jadi para pejuang terinspirasi oleh keberanian
dan ideologi Gembong Amijoyo yang merupakan figur asli dari jelmaan Singo
Barong. Lirik selanjutnya dari pantun kilat tersebut, barongan moto beling
merupakan gambaran sepasang mata Singo Barong yang dibuat dari kelereng
berukuran besar dan berbahan dasar kaca.
Parikan ini ingin menyatakan bahwa semangat perjuangan anak
bangsa tak mengenal kompromi dalam melawan penjajah Belanda. Hal ini semakin jelas apabila kita mendengar lirik
selanjutnya ndhas pethak ditempiling. Menggambarkan semangat para
seniman yang waktu itu ingin sekali menempeleng kepala para pejabat Belanda
yang kebanyakan berkepala botak.
Barongan Blora sendiri dibawa dan dikembangkan oleh Samin
Surosentiko setelah tinggal di Sumoroto, Ponorogo , tempat leluhurnya dimana nama Reyog di sumoroto saat itu
lebih populer dikenal Barongan. dari segi bentuk saat itu juga kepala Reyog
dengan mulut terbuka dengan mahkota merak yang besar, namun saat di Blora
sangat sulit untuk mendapatkan bulu merak, sehingga di ganti dengan bahan ijuk
yang di bentuk seperti dadak merak dan di selipkan beberapa bulu merak saja di
ijuk sebagai rambut barongan blora.
Samin Surosentiko ke Sumoroto atas perintah ayahnya untuk menemui
saudaranya disaat namanya masih Raden Kohar. selama di Sumoroto, Surosentiko
berganti nama yang sebelumnya raden kohar atas saran saudaranya, serta
mendapatkan berbagai pengetahuan seperti bertani, kebathinan, bela diri,
barongan serta pemahaman masyarakat Sumoroto yang anti Belanda, terutama
kalangan warok. Barongan dari Sumoroto dibawa ke Blora sebagai media menarik
simpati rakyat Blora untuk hidup lebih mandiri dan menolak kesewenangan yang
merugikan rakyat, kini pola pikir tersebut dikenal dengan ajaran Samin.
Dalam perkembangannya, propreti Barongan Blora selalu
mengikuti propreti Barongan Ponorogo, dari busana, gerakan, dan sebagaian
musik. seperti barongan yang di perankan oleh dua orang, kini hanya di lakukan
satu orang saja serta kepala barongan yang botak di tengah. Pemerintah Blora
mendeklarasikan Barongan Blora sabagai kesenian Khas Blora, meskipun di kota
Jawa Tengah lainnya sendiri masih banyak terdapat group Barongan yang
diperankan oleh dua orang, alias Reyog Tradisonal.
Pertunjukan atau pargelaran kesenian barong biasanya
digunakan di acara dalam memperingati hari kemerdekaan bukan hanya itu saja
tetapi bisa untuk mengisi acara seperti khitan, pernikahan, dan acara-acara
lainnya.
Adapun pagelaran atau pementasan kesenian barong yaitu yang pertama pembukaan
ditampilkan sebuah tarian tradisional yang biasanya itu tarian gambyong.
Tari gambyong
merupakan salah satu tari adat yang berasal dari daerah sekitar Surakarta, Jawa
Tengah. Tari ini awal mulanya hanyalah sebuah tarian jalanan atau tarian rakyat
dan merupakan tari kreasi baru dari perkembangan Tari Tayub. Tarian ini tidak ada kaitannya dengan kesenian barong tetapi
dalam pembukaan ini merupakaan sebuah hiburan untuk mencintai kesenian-kesenian
yang berada di Indonesia salah satunya tari-tarian tradisional yang punah atau
yang telah digantikan oleh tarian dari barat yang sekarang lebih popular
dikalangan remaja maupun anak-anak.
Pertunjukan selanjutnya yaitu aksi-aksi dari warok, warok
merupakan pasukan yang bersandar pada kebenaran dalam pertarungan antara
kebaikan dan kejahatan dalam kesenian. Warok tua adalah tokoh pengayom, sedangkan
warok muda adalah warok yang masih dalam taraf menuntut ilmu. Hingga saat ini,
warok dipersepsikan sebagai tokoh yang pemerannya harus memiliki kekuatan gaib
tertentu, bahkan tidak sedikit cerita buruk seputar kehidupan warok.
Pakaian warok yaitu dengan memakai
kolor, berpakaian hitam-hitam, muka dengan warna hitam maupun merah
melambangkan keberanian dan kekuatan gaib. Warok memiliki kesaktian dan
gemblakan menurut sesepuh warok. Warok adalah orang yang mempunyai tekad suci,
siap memberikan tuntunandan perlindungan tanpa pamrih.”Warok itu berasal dari
kata wawarah” artinya, orang yang mampu memberi petunjuk.
Kemudian
dilanjutkan oleh barong itu sendiri sekarang bukan hanya satu barong kadang 5 sampai
6 barong tampil secara bersamaan sehingga menimbulkan seseuatu meriah. Suatu
gerakan barong biasanya membentuk formasi sehingga tidak hanya begitu tampil
saja.
Dan
sebagai puncak atau penutupan yaitu sebuah sulap yang dimainkan oleh salah satu
pemain dengan berbagai atraksi biasanya hal tersebut bertujuan sebagai
penutupan yang berkesan.
Jika
dilihat dari cerita sejarah, Barong Blora memiliki kedekatan sejarah dengan
saudaranya di Ponorogo. Juga terkhusus di Blora sarat sejarah karena sebagai
salah satu media dalam melawan penjajah. Seperti yang kita tahu masyarakat
samin di Blora juga dilatarbelakangi oleh perlawanan terhadap kolonial.
gambar-gambar lainnya-
Barong Blora
Barong Blora
bujangganong
tari gambyong
warok
sumber gambar: